POTENSI VENOM SEBAGAI ANTI-VENOM?

Saat ini korban gigitan ular beracun (envenomasi) perlu mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah. Tingginya kasus envenomasi telah menjadi masalah serius bagi penduduk daerah pertanian dan kota pengembangan baru karena perambahan aktivitas manusia ke habitat ular beracun. Data kasus gigitan ular beracun pada tahun 2000 menunjukkan 90 kasus per tahun. Data ini dipandang tidak masuk akal oleh para pakar, karena kasus gigitan ular di RSUD di Jawa Timur pada tahun yang sama sudah mencapai 180 kasus. Data tidak resmi dari media tahun 2017 menyebutkan bahwa jumlah korban gigitan ular mencapai 135.000/tahun. Jumlah ini adalah jumlah yang dilaporkan ke rumah sakit dan Puskesmas, sedangkan yang tidak dilaporkan jauh lebih banyak. WHO telah menetapkan envenoming sebagai penyakit tropis yang terabaikan/tropical neglected disease karena kasus gigitan ular berbisa belum menerima perhatian yang cukup sampai saat ini.

Ketidakberhasilan penanganan korban envenomasi disebabkan oleh banyak faktor di antaranya keterlambatan penanganan pasien, deteksi jenis venom dan tidak tersedianya antivenom yang sesuai. Minimnya studi mengenai venom ular menyebabkan pengembangan antivenom di Indonesia hampir tidak ada. Hanya terdapat satu antivenom ular (polivalen) untuk menangani berbagai kasus envenomasi. Padahal diketahui terdapat kurang lebih 450 spesies ular beracun di Indonesia. Idealnya setiap satu spesies ular mempunyai antivenom sendiri (monovalen). Venom ular sangat dipengaruhi oleh lokasi habitat, musim, dan usia. Karenanya, antivenom untuk mengatasi gigitan ular dari spesies sama dari wilayah tertentu mungkin menjadi tidak efektif untuk menyembuhkan gigitan ular di wilayah yang berbeda.

Oleh karena itu, antivenom untuk mengatasi gigitan ular dari spesies yang sama dari wilayah tertentu mungkin menjadi tidak efektif untuk menyembuhkan gigitan ular spesies yang sama di wilayah yang berbeda. Saat ini untuk mengatasi kasus envenomasi ular, kadang antivenom perlu diimpor dari luar negeri sehingga harga menjadi sangat mahal dan tidak terjangkau bagi masyarakat luas. Untuk itu usaha pengembangan antivenom Indonesia sangat diperlukan untuk meningkatkan kemandirian bangsa dalam penanganan envenomasi ular.

Kontributor: Lisna Hidayati

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.